Kisah Lengkap dan Fotonya
JIka anda ingin melihat sosok, janganlah terlalu ke atas melihatnya, dengan kesuksesan bergelimang materi, atau bahkan seperti orang-orang besar yang ada di Indonesia pada umumnya. Bukan tidak boleh, namun, agar mendapatkan kisah menarik dan inspiratif, ini adalah kisah Eniya, Membuka Jalan ke Kota Hidrogen,
Selama belajar 10 tahun hingga memperoleh gelar doktor di Jepang, 1993-2003, inspirasi puncak Eniya Listiani Dewi meretas jalan menuju ”kota hidrogen” di Indonesia, seperti tahun 2003 saat Jepang mulai mewujudkannya di kota industri otomotif, Fukuoka.
Eniya berhasil membuka jalan ke kota hidrogen setelah memproduksi ”jantung” sel bahan bakar hidrogen dengan komponen lokal 80 persen sehingga harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan pasaran di Asia kini. Masyarakat Ilmu Polimer Jepang memberinya penghargaan atas temuan tersebut dalam simposium internasional di Kobe, 29 Mei 2009 lalu. Sebanyak 4.000 ahli polimer dari berbagai penjuru dunia diundang menghadiri kegiatan itu.
Namun, pemberangkatan Eniya dan semua peserta yang lain kemudian dicegah karena saat itu Kobe terserang pandemi flu A-H1N1. Simposium dibatalkan. Simbol anugerah dikirimkan ke Indonesia dan diterima Eniya akhir Juni 2009.
”Justru masyarakat Jepang lebih dulu menghargai temuan hasil riset tim kami,” ujar Eniya, Kepala Perekayasaan Fuel Cell atau Sel Bahan Bakar pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Eniya, putri pertama dari dua bersaudara pasangan Hariyono (almarhum) dan Sri Ningsih, asal Magelang, Jawa Tengah, ini meraih banyak penghargaan di bidangnya.
Memulai dari Akhir
Memahami kota hidrogen mencakup pemenuhan kebutuhan energi masyarakat kota secara ramah lingkungan. Tujuannya, melanggengkan kehidupan kota tanpa risiko pencemaran karena sel bahan bakar hidrogen menghasilkan energi tanpa mengemisi karbon dan limbahnya hanya air dan panas.
Aplikasi sel bahan bakar untuk kota hidrogen bertujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, mulai dari penerangan, memasak, sampai kendaraan. Jadi, knalpot kendaraan tak mengepulkan asap, tetapi mengucurkan air murni.
Menurut Eniya, Jepang membuat simulasi kota hidrogen dengan membagikan generator sel bahan bakar berkapasitas 1.000 watt-2.000 watt kepada 2.000 keluarga di Fukuoka untuk penggunaan cuma-cuma selama lima tahun. Disediakan pula angkutan umum bus dengan bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan.
Keinginannya mewujudkan kota hidrogen di Indonesia memang terkesan tak mungkin. Di balik itu Eniya mengungkap spirit dari teknokrat BJ Habibie dalam teknik berinovasi, yaitu start from the end atau memulai dari yang terakhir.
Kenangan akan Habibie terus mengendap karena Eniya berhasil mewujudkan keinginannya sejak kecil untuk studi di luar negeri berkat kebijakan Habibie era 1990-an. Saat itu, Kementerian Negara Riset dan Teknologi di bawah Habibie memberi beasiswa bagi lulusan SMA berprestasi untuk melanjutkan studi ke berbagai negara industri. Ia terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa dalam program Science and Technology Advance Industrial Development (STAID) Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Eniya menyelesaikan S-1 di Universitas Waseda, Tokyo, hingga memperoleh gelar doktor (S-3) pada Fakultas Aplikasi Kimiawi, Polimer, Katalis, dan Sel Bahan Bakar. Teknologi sel bahan bakar termasuk the end atau bagian akhir pengembangan teknologi mutakhir menyongsong peradaban ramah lingkungan dalam pemenuhan energi dengan sumber energi tak terbatas, seperti air sebagai sumber hidrogen.
Menurut Eniya, metode produksi hidrogen, selain proses elektrolisis dari air, dapat pula ditempuh seperti di Fukuoka, yakni mengubah metana dari berbagai bahan bakar gas, termasuk biogas menjadi hidrogen.
[+/-] Read full post...
[+/-] Summary only...